NU Mulai Tersisih dari Instansi?

NU mulai tersingkir dari instansi

beberapa waktu belakangan ini di kampus UIN Sunan Kalijaga merebak isu bahwa orang-orang NU yang berada di jajaran pengurus instansi mulai di singkirkan dari stuktur. itu terbukti dengan mulai berkurangnya orang-orang NU yang menempati posisis struktur. haruskah kita diam saja?
tentu tidak!!!
kita harus mampu bersatu untuk membangun image NU di mata RI.
kuncinya cuma satu. bersatu dan saling membantu.
Posting by ABAS on Min Mar 02, 2008 10:30 pm
dari http://forum.nu.or.id


Mengapa NU selalu tersingkir?
Aku baca buku "NU; Tradisi, Relasi-Relasi Kuasa, Pencarian Wacana Baru" (Martin Van Bruinessen, LKiS Yogyakarta cet. v, Januari 08), ternyata NU selalu tersingkir sepanjang sejarah....
Why? Why?
Setidaknya ada dua argumen yang diajukan Martin. Pertama, NU lebih banyak menjadi jamaah daripada jam'iyyah. Secara jamaah (grubyak-grubyuk, bergerombol), NU emang nggak ada tandingannya. :lol: Namun secara jam'iyyah (manajemen organisasi), NU kalah jauh dari ormas-ormas lainnya. Lihat saja dalam kegiatan anak organisasi-organisasi NU atau dalam rapat-rapat, acara yang digelar selalu molor. Ada istilah, "jam NU" yang menggambarkan bahwa jika di undangan tertera pkl 10.00, peserta rapat yang pertama baru hadir pkl. 11.00. Kedua, NU kekurangan kader. Pada masa perjuangan kemerdekaan, lewat resolusi jihad-nya, NU berhasil mengumpulkan 'gerombolan' mujahid yang bersedia mati. Namun, sesudah kemerdekaan diraih dan dipertahankan, NU lebih banyak tersisih karena tidak adanya SDM yang mumpuni untuk memegang jabatan-jabatan di masa damai. Lihat saja dalam pemilu 55, dimana NU berada di tingkat 3 sesudah PNI dan PKI, NU kebingungan harus mengisi kursinya yang banyak. Akibatnya, NU mencari orang-orang di luar NU yang bisa mengisi jabatan itu--dengan kompensasi khusus terhadap NU tentunya. Intinya, NU lebih tepat dikatakan sebagai siap jadi pecundang, dan tidak siap jika menang... :twisted:

Yang ketiga (hadza min ziyadati; tambahan saya), sebagai orang NU, kita seringkali melupakan lambang NU. Lambang NU terlihat jelas bagaimana tali-NU melingkari jagad, mendekap bumi. Artinya, pandangan orang-orang NU harus bersifat global dan merangkul semua yang unsur yang ada di dunia. Tapi nyatanya, sikap keseharian kita sering kali tidak seperti itu. Orang-orang NU, terutama yang berada di desa-desa, masih banyak yang fanatik dan anti-perubahan. Jangankan terhadap organisasi lain, terhadap orang-orang NU lain--yang menawarkan kemajuan--pun kadang mereka memicingkan mata kecurigaan.
Fenomena ketiga ini juga seringkali menerpa kita yang sudah melek pendidikan. Misalnya, teman-teman mengatakan, "KIta harus bersatu..." Menurutku, itu sih baik. Namun kesannya teman-teman menuduh "orang luar" dan "ormas lain" sebagai biangnya. Seakan-akan ada penarikan kutub "kita" dan "bukan kita"; "teman" dan "lawan". Jika memang demikian, tentu ini tidak sejalan dengan lambang NU yang talinya melingkari jagad!

Menurutku, yang lebih baik adalah, kita introspeksi diri dulu lah. Apakah yang membuat orang-orang NU tersingkir? Apakah karena mereka "disingkirkan" secara zalim, ataukah memang "disingkirkan" karena memang sudah tidak dibutuhkan, misalnya, karena SDM-nya yang kurang disiplin, atau kurang memiliki visi ke depan, tidak memiliki sense of management, atau kelemahan-kelemahan yang lain?
Sesudah itu, marilah kita mengubah kelemahan-kelemahan kita. Kita perbaiki kekurangan-kekurangan kita. Barulah kita bersaing dengan ormas dan golongan lain dalam rangka 'fastabiqul-khoirot!'

No comments: