subuh yang ketujuh


Kukuruyuk jago bangkok Demang Kaliurang menjenggiratkanku dari mimpi itu. Aku terngos-ngos. Menafas cepat pendek. Astaghfirullah kuulang-ulang. Dingin, keringatku. Berleleran di dahi dan pipi.
Perlahan aku bangkit. Mengernyit. Mencari-cari jam di dinding. Bukan pukul 6. Seharusnya ini masih malam. Subuh masih jauh. Tapi, cahaya itu?
Kuurut sekerlap sulur cahaya dari pinggir-pinggir gedhek. Kubuka pintu. Kriett. Dan sehembusan nafas, sedetakan jantung, aku memaki. Menghujat. Memisuh. Semua binantang, dari binatang besar sampai kruma, kusebut. Kulampiaskan semuanya. Kuhujamkan segala amarah. ke segala arah. kuhamburkan darah. nanah. dan seluruh muntah.
Ya, di subuh yang ketujuh ini, aku kesiangan. Matahari telah naik sepenggalah. Dan karenanya, sia-sialah enam shubuh yang lalu kuhabiskan dengan wirid dan fana. Sia-sia. Keramat itu, takkan pernah menyentuhku ..., mengapa justru di detik terakhir ini?

No comments: